Hukum Islam - Kewajiban Sholat Berjama'ah
Hukum Shalat berjama`ah adalah wajib atas setiap muslim laki-laki, baik ia dalam keadaan menetap maupun dalam perjalanan, dalam keadaan aman maupun dalam keadaan genting. Berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur`an dan As Sunnah dan pendapat Ahlu Ilmi, dan disini kami akan memaparkan sebagiannya saja.
Diantara dalil-dalil tersebut adalah:
وَإذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأقَمْتَ لَهُمُ
الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةُ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلِيَأْخُذُوا أسْلِحَتَهُمْ
فَإذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أخْرَى لَمْ
يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأسْلِحَتَهُمْ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah
mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang
senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan seraka'at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat,
lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata.” (QS. An-Nisa’/4:102)
Setiap perintah yang ditujukan kepada Nabi
merupakan perintah yang berlaku sekaligus kepada umatnya selama tidak ada dalil
yang menunjukan atas kekhususannya kepada Nabi saja. Ayat Al Qur`anul Karim ini
menerangkan kepada kita akan hukum wajibnya shalat berjama`ah, dimana tidak ada
rukhshah (dispensasi) kepada
kaum muslimin untuk meninggalkannya di dalam keadaan khauf (yang mengkhawatirkan) sekali
pun. Seandainya shalat berjama`ah ini hukumnya tidak wajib -sudah tentu-
lebih utama untuk ditinggalkan dengan adanya alasan (`udzur) khauf itu sendiri.
Shalat jama`ah pada keadaan khauf ini didalam implementasinya,
banyak sekali hal-hal yang tadinya termasuk dalam katagori wajib yang tidak
diberlakukankan. Hal ini juga mempertegas dalil mengenai wajibnya shalat
berjama`ah.
Didalam shalat khauf ini diperkenankan untuk melakukan
banyak gerakan dan berpindah-pindah serta diperbolehkan membawa senjata sambil
memonitor gerakan musuh bahkan diperkenankan untuk menselisihkan arah qiblat.
Semua ini diperkenankan tidak lain bertujuan untuk menciptakan mekanisme yang
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kaum muslimin tetap dapat merealisasikan
shalat berjama`ah pada keadaan tersebut dan hal ini menjadi argumentasi yang
paling kuat atas hukum wajibnya shalat berjama`ah ini.
وَأقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِين
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan
ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.” (QS.
Al-Baqarah/2:43)
Ayat Al Quranul Karim ini merupakan nash yang
menunjukan hukum wajibnya shalat berjama`ah, dan sekaligus sebagai perintah
untuk ikut mengambil bagian bersama dengan para jama`ah shalat lain di dalam
mendirikan shalat berjama`ah. Seandainya yang dimaksud dalam ayat iqomatuha adalah mendirikan shalat saja
maka pandangan seperti ini benar-benar tidak tepat jika dikaitkan dengan lafadz
akhir ayat tersebut yang berbunyi: “Warka`uu ma`ar
raaki`iin”. Karenanya Allah memerintahkan mendirikan
shalat berjama`ah diawal ayat tersebut.
3. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أنْ
آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ
رَجُلا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أخَالِفَ إلَى رِجَالٍ فَأحَرِّقَ عَلَيْهِمْ
بُيُوتَهُمْ . متفق عليه.
Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya,
rasanya aku ingin menyuruh mengumpulkan kayu bakar, dan kuperintahkan
mengumandangkan adzan untuk mendirikan shalat, kemudian aku instruksikan
seseorang untuk mengimami jama`ah shalat. Selanjutnya aku berbalik menuju
orang-orang yang tidak shalat berjama`ah, lalu aku bakar mereka bersama
rumah-rumah mereka. (Muttafaqun `Alaih)
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: أتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أعْمَى فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّهُ لَيْسَ لِي
قَائِدٌ يَقُودُنِي إلَى الْمَسْجِدِ. فَسَألَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنْ يُرَخِّصَ لَهُ فِي بَيْتِهِ. فَرَخَّصَ لَهُ. فَلَمَّا
وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ: هَلْ
تَسْمَعُ النِّدَاءَ ؟ قَالَ:
نَعَمْ. قَالَ فَأجِبْ
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه katanya seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم, lalu bertanya: “Ya Rasulullah, aku ini buta. Tidak ada orang yang akan menuntunku pergi ke masjid (untuk shalat berjama`ah). Lalu dia memohon kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم agar membolehkannya shalat di rumahnya. Mula-mula Rasulullah صلي الله عليه وسلم membolehkannya, tetapi setelah orang itu pergi belum begitu jauh, dia dipanggil kembali oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم seraya bertanya: “Apakah adzan dan shalat terdengar sampai kerumahmu ?”. Jawab orang buta itu: “Terdengar, ya Rasulullah !. Sabda Nabi صلي الله عليه وسلم: “Kalau begitu, penuhilah panggilan adzan tersebut !”. (Muttafaqun `Alaih)
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ
مَنْ سَرَّهُ أنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاءِ
الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى
اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
وَلَوْ أنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ
فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ
نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ
ثُمَّ يَعْمِدُ إلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إلاّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ
بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إلاّ
مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى
بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
Dari Ibnu Mas`ud رضي
الله عنه berkata: Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan)
sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia
mendengar panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda
(jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan bagian dari
sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu seperti kebiasaan shalat
yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang meninggalkan shalat berjama`ah) ini,
berarti kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan
sunnah nabimu, berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci
(berwudhu`) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid
melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang diayunkannya satu
kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan dihapuskan baginya satu dosa.
Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang pun yang meninggalkan shalat
berjama`ah melainkan seorang munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya
pada masa dahulu ada seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan
dipapah oleh dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff
shalat berjama`ah. (HR. Muslim)
Masih banyak sekali hadits-hadits yang
menerangkan tentang kewajiban shalat berjama`ah dan kewajiban untuk
menegakkannya pada masjid-masjid yang didirikan atas dasar ketakwaan untuk
meninggikan dan menyebut nama-Nya. Maka wajib atas setiap muslim untuk
memelihara shalat berjama`ah ini, bersegera untuk merealisasikannya dan
mewasiatkan kepada anak-anak, keluargan, tetangga, serta seluruh saudara-saudara
muslim lainnya sebagai manifestasi dari perintah Allah dan Rasul-Nya dan dari
peringatan terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dan
merupakan suatu upaya menjauhkan diri dari segala penyerupaan tingkah laku
orang-orang munafik, dimana Allah melukiskan diri mereka dengan sifat-sifat
tercela, diantaranya bermalas-malsan dalam mendirikan shalat.
Abu Abdil Aziz Abdullah bin Safri `Ibadatul
Abdali Al Ghamidi