Virus Syi'ah
Keyakinan yang dibawa oleh Abdullah Bin Saba' atau Syi'ah ini sangatlah menyimpang dari ajaran islam. Bahkan sangat layak untuk dikatakan bahwa ajarannya adalah bukan ajaran Islam. Lihatlah cara mereka memandang atau mendeskripsikan tentang ahlul bait. Disana sangat jelas akan penyimpangan ajaran ini dan sangat bertolak belakang sekali dengan ajaran Islam.
Syi’ah bercerita tentang keyakinan mereka mengenai Ahlul Bait (keluarga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Ahlul bait adalah: keluarga Ali, ‘Aqil,
Ja’far dan Abbas. Tidak diragukan lagi (menurut Ahlus Sunnah) bahwa istri-istri
nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk ahlul bait karena Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
يَا نِسَاءَ
النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ
وَقُلْنَ قَوْلاً
مَعْرُوفاً. وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ
الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah
seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang
dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
(hai) ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab:
32-33)
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk ahlul bait (keluarga)
nya.
Ahlusunnah mencintai dan mengasihi ahlul bait,
mencintai dan mengasihi para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan
tetapi mereka (Ahlusunnah) juga meyakini bahwa tidak ada yang ma’shum melainkan
hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara keyakinan mereka juga:
wahyu telah terputus dengan wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak
ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala, dan
tidak seorang pun dari para manusia yang telah mati bangkit kembali sebelum hari
kiamat. Jadi, kita Ahlusunnah menjunjung tinggi keutamaan ahlul bait dan selalu
mendoakan mereka agar senantiasa mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala,
tidak lupa kita juga berlepas diri dari musuh-musuh mereka.
Di pihak lain, orang-orang Rafidhah (Rafidhah
adalah salah satu julukan kelompok Syi’ah. Julukan ini disebutkan oleh ulama
kontemporer mereka Al Majlisy dalam kitabnya Bihar al-Anwar hal 68, 96 dan 97.
Kata-kata Rafidhah berasal
dari fi’il rafadha yang berarti menolak. Adapun asal muasal mengapa mereka
digelari Rafidhah, ada berbagai versi. Antara lain:
1.
Karena mereka
menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar.
2. Versi lain
mengatakan karena mereka menolak agama Islam. (lihat Maqalat al-Islamiyin, karya
Abu al-Hasan al-Asy’ary jilid I, hal 89).
Selain berlebih-lebihan dalam
mengagung-agungkan imam-imam mereka dengan mengatakan bahwasanya mereka itu
ma’shum dan lebih utama dari para nabi dan para rasul, mereka juga melekatkan
sifat-sifat tuhan di dalam diri para imam, hingga mengeluarkan mereka dari
batas-batas kemakhlukan! Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan sikap ghuluw
(berlebih-lebihan) yang paling besar, paling jelek, paling rusak dan paling
kufur.
Di antara sikap ekstrem mereka, klaim
mereka bahwa para imam mengetahui hal-hal yang gaib, dan mereka mengetahui
segala yang ada di langit dan di bumi, tidak terkecuali. Mereka mengetahui
apa-apa yang ada dalam hati, apa-apa yang ada dalam tulang belakang kaum pria
dan apa-apa yang ada dalam rahim kaum wanita. Mereka juga mengetahui apa yang
telah lalu dan yang akan datang hingga hari kiamat.
Al Kulainy dalam kitabnya al-Kaafi -yang
mana ini merupakan kitab yang paling shahih menurut Rafidhah-, dia telah
mengkhususkan di dalamnya bab-bab yang menguatkan sikap ekstrem tersebut.
Contohnya: di jilid I, hal 261, dia berkata, “Bab bahwasanya para imam
mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan datang, serta bahwasanya tidak
ada sesuatu apapun yang tersembunyi dari pengetahuan mereka.” Dia juga telah
meriwayatkan dalam halaman yang sama dari sebagian sahabat-sahabatnya bahwa
mereka mendengar Abu Abdillah ‘alaihis salam (yang dia maksud adalah Ja’far
ash-Shadiq) berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui apa-apa yang ada di langit dan
di bumi, aku mengetahui apa-apa yang ada di dalam surya dan aku mengetahui apa
yang telah lalu serta yang akan datang.”
Dia juga berkata dalam jilid I, hal 258,
“Bab bahwasanya para imam mengetahui kapan mereka akan mati dan mereka tidak
akan mati kecuali dengan kemauan mereka sendiri.”
Di antara bukti-bukti sikap ekstrem
orang-orang Syi’ah, klaim mereka para imam memiliki kekuasaan untuk mengatur
alam semesta ini semau mereka; mereka bisa menghidupkan orang yang telah mati,
juga menyembuhkan orang yang buta, orang yang terkena kusta, kemudian dunia
akhirat milik para imam, mereka berikan kepada siapa saja sesuai dengan kehendak
mereka.
Al-Kulainy di jilid I, hal 470 meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abu Bashir bahwa ia bertanya kepada Abu Ja’far ‘alaihis
salam, “Apakah kalian pewaris nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Dia menjawab,
“Benar!” Lantas aku bertanya lagi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pewaris para nabi mengetahui apa yang mereka ketahui?” “Benar!”, jawabnya. Aku
kembali bertanya, “Mampukah kalian menghidupkan orang yang sudah mati dan
menyembuhkan orang yang buta dan orang yang terkena penyakit kusta?” “Ya, dengan
izin Allah”, sahutnya.”
Husain bin Abdul Wahab dalam kitabnya ‘Uyun
al-Mu’jizat hal 28 bercerita bahwasanya, Ali pernah berkata kepada sesosok mayat
yang tidak diketahui pembunuhnya, “Berdirilah -dengan izin Allah- wahai Mudrik
bin Handzalah bin Ghassan bin Buhairah bin ‘Amr bin al-Fadhl bin Hubab!
Sesungguhnya Allah dengan izin-Nya telah menghidupkanmu dengan kedua tanganku!”
Maka berkatalah Abu Ja’far Maytsam, Sesosok tubuh itu bangkit dalam keadaan
memiliki sifat-sifat yang lebih sempurna dari matahari dan bulan, sembari
berkata, “Aku dengar panggilanmu wahai yang menghidupkan tulang, wahai hujjah
Allah di kalangan umat manusia, wahai satu-satunya yang memberikan kebaikan dan
kenikmatan. Aku dengar panggilanmu wahai Ali, wahai Yang Maha Mengetahui.” Maka
berkatalah amirul-mu’minin, “Siapakah yang telah membunuhmu?” Lantas orang
tersebut memberitahukan pembunuhnya.
Berkata al-Kasany dalam kitabnya ‘Ilm
al-Yaqin fi Ma’rifati Ushul ad-Din jilid II, hal 597, “Semua makhluk diciptakan
untuk mereka (para imam), dari mereka, karena mereka, dengan mereka dan akan
kembali kepada mereka. Karena -tanpa diragukan lagi- Allah subhanahu wa ta’ala
menciptakan dunia dan akhirat hanya untuk mereka. Dunia dan akhirat untuk mereka
dan milik mereka. Para manusia adalah budak-budak mereka!”
Dengarlah salah seorang syaikh mereka Baqir
al-faly yang mengatakan bahwasanya Nabiyullah Isa ‘alaihis salam mendapatkan
kehormatan untuk menjadi budak Ali rodhiallahu ‘anhu, “Wahai para manusia,
beberapa hari yang lalu telah dirayakan hari kelahiran Isa al-Masih, yang telah
mendapatkan kehormatan untuk menjadi budak Ali bin Abi Thalib!”
Berkata Imam mereka Ayatullah al-Khomeini
di dalam kitabnya Al-Hukumah al- Islamiyah hal 52, “Sesungguhnya para Imam
memiliki kedudukan terpuji, derajat yang tinggi dan kekuasaan terhadap alam
semesta, di mana seluruh bagian alam ini tunduk terhadap kekuasaan dan
pengawasan mereka.”
Sulaim bin Qois dalam kitabnya hal 245
dengan ‘gagahnya’ berdusta dengan perkataannya, Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah berkata kepada Ali, “Wahai Ali, sesungguhnya engkau adalah ilmu
pengetahuan Allah yang paling agung sesudahku, engkau adalah tempat bersandar
yang paling besar di hari kiamat. Barang siapa bernaung di bawah bayanganmu
niscaya akan meraih kemenangan. Karena hisab (penghitungan amal) para makhluk
berada di tanganmu, tempat kembali mereka adalah kepadamu. Mizan (timbangan
amalan), shirath (jalan yang mengantarkan para hamba ke surga), dan al-mauqif
(tempat berkumpulnya semua makhluk di hari akhir) semua itu adalah milikmu. Maka
barang siapa yang bersandar kepadamu, niscaya akan selamat dan barang siapa yang
menyelisihimu niscaya akan celaka dan binasa! Ya Allah, saksikanlah
3x!”
Na’udzubillah…
Dengarlah Basim al-Karbalaiy menghasung dan
mendorong orang-orang Rafidhah untuk pergi ke kuburan Ali radhiallahu ‘anhu dan
meminta kesembuhan darinya, berihram dan thawaf di sekitar kuburannya, “Wahai
yang berada di bawah kubah putih di kota Najaf! Wahai Ali! Barang siapa yang
berziarah ke kuburanmu dan meminta kesembuhan darimu niscaya dia akan
sembuh!”
Di dalam kitab Wasail ad-Darojat karangan
ash-Shaffar (hal 84), Abu Abdillah berkata: Konon Amirul Mu’minin pernah
berkata, “Aku adalah ilmu Allah, aku adalah hati Allah yang sadar, aku adalah
mulut Allah yang berbicara, aku adalah mata Allah yang melihat, aku adalah
pinggang Allah, aku adalah tangan Allah.”
Na’uzubillah dari ghuluw ini!
Dengarlah Muhsin al-Khuwailidy dalam
khotbah kufurnya di mana dia melekatkan kepada Ali sifat-sifat rububiyah Allah,
“Dan di antara khutbah-khutbahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam: Aku mempunyai
semua kunci hal-hal yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya sesudah Rasulullah
kecuali aku. Aku-lah penguasa hisab, aku pemilik sirath dan mauqif, aku pembagi
(distributor) surga dan neraka dengan perintah Robb-ku. Akulah yang menumbuhkan
dedaunan dan mematangkan buah-buahan. Akulah yang memancarkan mata air dan
mengalirkan sungai-sungai. Akulah yang menyimpan ilmu, akulah yang meniupkan
tiupan pertama yang mengguncangkan alam, akulah sang petir, akulah shaihah. Aku
adalah Al Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya. Akulah asma al-husna yang
para hamba diperintahkan untuk berdoa dengannya. Akulah yang memiliki sangkakala
dan yang membangkitkan manusia dari dalam kubur. Akulah penguasa hari
kebangkitan. Akulah yang menyelamatkan Nuh, yang menyembuhkan Ayub. Akulah yang
menegakkan langit dengan perintah Tuhanku. Akulah si pemegang keputusan yang
tidak dapat diubah, hisab para makhluk berada di tanganku. Para makhluk
menyerahkan urusannya kepadaku. Akulah yang mengokohkan gunung-gunung yang
menjulang tinggi, yang memancarkan mata air, dan yang menciptakan alam semesta.
Akulah yang membangkitkan para mayat, yang menurunkan kuburan. Akulah yang
memberi cahaya matahari, bulan dan bintang. Akulah yang membangkitkan hari
kiamat, yang mengetahui hal yang telah lalu dan yang akan datang. Akulah yang
membinasakan para raja lalim terdahulu dan yang melenyapkan negeri-negeri.
Akulah yang menciptakan gempa, yang membuat gerhana matahari dan bulan. Aku pula
yang menghancurkan fir’aun-fir’aun dengan pedangku ini. Akulah yang ditugasi
Allah untuk melindungi orang-orang lemah dan Allah perintahkan mereka taat
kepadaku.”
Dalam kitab Kasyf al-Yaqin Fi Fadhail Amir
al-Mu’minin karya Hasan bin Yusuf bin al- Muthahhir al-Hilly (hal 8) disebutkan,
Akhthab Khawarizm meriwayatkan dari Abdulloh bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tatkala Allah ciptakan Adam dan Dia
tiupkan ruh-Nya ke dalamnya, Adam bersin lantas mengucapkan, “Alhamdulillah!”
Maka Allah mewahyukan padanya, “Engkau telah memuji-Ku wahai hamba-Ku, demi
kekuatan dan keagungan-Ku kalau bukan karena dua hamba yang akan Kutempatkan
mereka di dunia, niscaya Aku tidak akan menciptakanmu wahai Adam!” Serta merta Adam bertanya, “Mereka
berdua dari keturunanku?”, “Betul wahai Adam. Angkatlah kepalamu dan lihatlah!”
Maka Adam mengangkat kepalanya, dan ternyata telah tertulis di atas ‘Arsy,
“Tidak ada yang berhak disembah selain Allah, Muhammad nabi kasih sayang dan Ali
penegak hujjah. Barang siapa yang mengetahui hak Ali maka dia akan suci dan
bahagia, dan barang siapa yang taat kepadanya meskipun dia berbuat maksiat
kepada-Ku akan Kumasukkan ke dalam surga. Aku bersumpah demi kepekerkasaan-Ku;
barang siapa yang tidak taat kepada Ali meskipun dia taat kepada-Ku, niscaya
akan Kumasukkan ke dalam neraka!”
Lihatlah wahai para hamba Allah,
bagaimana dia mengedepankan ketaatan kepada Ali di atas ketaatan kepada
Allah!!!
Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam
kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah (jilid I, hal 33): Pengarang buku Masyariq
al-Anwar telah meriwayatkan dengan sanadnya kepada al-Mufadhal bin ‘Amr: Aku
pernah bertanya kepada Abu Abdillah ‘alaihis salaam tentang perihal sang imam;
bagaimana ia bisa tahu apa yang ada di penjuru bumi, padahal ia berada di rumah
yang tertutup? Lantas ia menjawab, “Wahai Mufadhal, sesungguhnya Allah telah
menciptakan di dalam diri mereka 5 ruh:
1.
Ruh
kehidupan, yang dengannya dia bisa memukul dan naik.
2.
Ruh kekuatan,
yang dengannya dia bisa bangkit.
3.
Ruh syahwat,
yang dengannya dia bisa makan dan minum.
4.
Ruh keimanan,
yang dengannya dia memerintahkan dan berbuat adil.
5. Ruh kudus, yang
dengannya dia mengemban kenabian. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
berpindahlah ruh kudus ke tubuh sang imam, maka dia tidak akan pernah lalai dan
lengah. Dengan ruh itulah dia bisa melihat apapun yang ada di penjuru dunia.
Tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang tersembunyi dari sang imam. Dia
bisa mengetahui semua yang ada di langit semesta, sekecil dan selirih apapun
dia. Barang siapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, maka dia bukanlah seorang
imam!”
Na’udzubillah dari ghuluw ini!!
Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam
kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah (jilid I, hal 30), Ali bin Abi Thalib pernah
berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku bersama Ibrahim ketika dilemparkan ke
dalam api dan akulah yang menjadikan api itu dingin serta menyelamatkan. Aku
juga bersama Nuh di kapalnya lantas akulah yang menyelamatkan dia dari
ketenggelaman. Aku juga bersama Musa, lantas aku ajarkan Taurat kepadanya. Aku
jugalah yang menjadikan Isa berbicara saat dia masih dalam buaian, kemudian
kuajarkan Injil padanya. Akulah yang bersama Yusuf di dalam sumur, lantas
kuselamatkan dia dari tipu daya saudara-saudaranya. Dan aku bersama Sulaiman di
atas permadani, kemudian aku hembuskan angin baginya.”
Lantas apa yang tersisa untuk Allah?!
Na’udzubillah dari ghuluw ini!!
Ziarah Makam Husain Lebih Utama Dari Haji
Ke Baitullah
Dalam kitab Wasail asy-Syiah karangan
al-Hurr al-’Amily (jilid I, hal 371) dan di dalam kitab al-Mazar karangan
al-Mufid (hal 58) disebutkan: Dari Yunus bin Dzobyan, berkata Abu Abdillah,
“Barang siapa yang ziarah ke makam Husain pada malam pertengahan bulan Sya’ban,
malam Idul Fitri dan malam hari Arafah dalam satu tahun, niscaya Allah akan
tuliskan baginya pahala 1000 ibadah haji yang mabrur, 1000 ibadah umrah yang
diterima dan akan dikabulkan baginya 1000 doa yang berkenaan dengan
kebutuhan-kebutuhan dia di dunia dan akhirat.”
Bahkan menurut orang-orang Rafidhah, para penziarah
makam Husain itu lebih utama daripada orang-orang yang berada di padang Arafah.
Dalam kitab Wasail asy-Syiah karangan al-Hurr al-’Amily (jilid X,hal 361) dan
kitab Tahdzib al-Ahkam karya Abu Ja’far ath-Thusy (jilid VI, hal 42) disebutkan:
Dari Ali bin Asbath, dari sebagian sahabat-sahabat kami, dari Abu Abdillah
‘alaihi salam bahwa dia ditanya, “Benarkah Allah mendahulukan ‘menengok’ para
peziarah makam Ali bin Husain ‘alaihi salam sebelum ‘menengok’ orang-orang yang
berada di padang Arafah?”, “Betul” jawabnya. Lantas dia kembali ditanya,
“Bagaimana itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Karena di antara orang-orang yang
berada di padang Arafah terdapat anak-anak hasil perzinaan, adapun para
penziarah makam Husain seluruhnya suci tidak ada satupun anak hasil perzinaan.”
(Bagaimana mungkin mereka menganggap semua orang Syi’ah suci dan bukan hasil
perzinaan, padahal zina (baca: nikah mut’ah) sendiri mereka anggap merupakan
salah satu ritual ibadah yang paling utama?!! (-pen).
Na’udzubillah!
Dalam kitab Tahdzib al-Ahkam karya Abu Ja’far
ath-Thusy (jilid V, hal 372) disebutkan: Dari Zaid asy-Syahham, dari Abu
Abdillah ‘alaihi salam berkata, “Barang siapa yang ziarah makam Abu Abdillah
(Husain) ‘alaihis salam pada hari ‘Asyura sedang dia mengetahui hak-haknya,
seakan-akan dia telah menziarahi Allah di ‘Arsy-Nya.”
Na’udzubillah dari ghuluw dan
kesesatan ini!
Source : Ustadz Abu Abdirrahman Al Atsary Abdullah Zain (Mahasiswa S2, Universitas Madinah)
Source : Ustadz Abu Abdirrahman Al Atsary Abdullah Zain (Mahasiswa S2, Universitas Madinah)